Gudang Materi

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Agama. Tampilkan semua postingan

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
  • Karena agama merupakan sumber moral
  • Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
  • Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
  • Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.
Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu
  • Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.
  • Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan
Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.
Fungsi Agama Kepada Manusia
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:
- Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT
-Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat  menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.
- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
– Memainkan fungsi kawanan sosial.
Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial
Fungsi Sosial Agama
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama.
Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Tujuan Agama
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama
Beberapa tujuan agama yaitu :
  • Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
  • Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan  baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
  • Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
  • Menyempurnakan akhlak manusia.
Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan kemanusiaan.
Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan.
Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi keyakinan.
Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para politisi jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi agama.
Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya.
Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.
Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.
Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.
Read More …

Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama merupakan  sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Secara umum, ada yang mengatakan bahwa agama langit/ samawi merupakan ajaran atau syari’at dari Tuhan yang diturunkan dengan jalan wahyu, diturunkan kepada manusia melalui wahyu. Adapula yang mengatakan definisi agama secara umum adalah kepercayaan yang suci yang terkumpul dalam suatu set prilaku yang menunjukkan ketundukan pada suatu Dzat, kecintaan, hinaan keinginan dan kekaguman. (muqoronatul adyan KMI Gontor)
Mukti Ali berpendapat bahwa ada tiga argumentasi yang dapat dijadikan alasan dalam menanggapi statemen “Barangkali tak ada kata yang paling sulit diberikan pengertian dan defenisi selain dari kata agama.”.
Pertama karena pengalaman agama adalah soal batin dan subjektif. Kedua barangkali tidak ada orang yang begitu semangat dan emosional daripada membicarakan agama. Karena itu, membahas arti agama selalu dengan emosi yang kuat dan yang  ketiga  konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama.
Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya.  Dalam al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah ad-din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.
Read More …


Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw. sehingga untuk mengerti / memahami Islam haruslah bersandar kepada informasi dari Allah (Al Quran) dan Nabi Muhammad saw (Hadits). Hanya Sang Pembawa Risalah (Nabi) yang berwenang memberi pengertian tentang agama yang dibawanya. Penilaian seseorang terhadap sesuatu sangat tergantung kepada pengetahuan dan pemahaman orang tersebut kepada sesuatu yang dinilainya. Dalam Al Qur'an Allah berfirman: " wa ma utiitum minal 'ilmi illa qaliilaa " (dan tidaklah Aku memberikan ilmu kepada manusia kecuali sedikit), juga firmanNya yang lain: " innahu kaana dzaluuman jahuula " (sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan bodoh). Oleh karenanya, manusia itu perlu diberi petunjuk dan dibimbing. Allah memberi petunjuk melalui RasulNya, dan Rasul itulah yang memberi bimbingan kepada manusia berdasar wahyu Allah. Manusia diciptakan oleh Allah dan Allah pula yang mengurusnya, bahkan seluruh alam ini. Dengan demikian Islam adalah agama sejak adanya manusia dan syariatnya (aturannya) terus berkembang sesuai perkembangan zaman, hingga akhirnya Allah menyempurnakan agama Islam dengan syariat yang dibawa oleh RasulNya (Muhammad saw) sebagai penutup nabi dan Rasul sebelumnya dan tidak ada lagi nabi maupun Rasul yang diutus sesudahnya. Dalam Al Quran surat Al Maidah ayat 3 Allah berfirman: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmatKu atasmu dan telah kuridhoi Islam menjadi agamamu". Itulah Agama Allah yakni Islam, agama yang sempurna, yang tidak ada keraguan atasnya. dan barangsiapa yang beragama selain agama Islam maka tidak akan diterima oleh Allah karena agama tersebut bukan Agama Allah.
 B. Fungsi Agama Islam
Setelah kita mengkaji pengertian agama menurut Barat dan terserlahnya perbedaan agama Islam dengan agama-agama lain ada baiknya kita mengetahui ciri-ciri Islam itu sendiri, kerana dengan mengetahui ciri-ciri ini kita dapat mengetahui keistimewaan Islam.
1. Rabbaniyyah. Bahwa Islam adalah agama yang secara sah dan rasmi diturunkan oleh Allah. Syari’at yang ada didalamnya adalah wahyu, bukan ciptaan manusia bahkan bukan juga rekaan Nabi (Yunus:15). Ini bermakna Islam adalah agama untuk seluruh ummat manusia di mana juga mereka berada dan hingga ke akhir zaman (al-Anbiya’:107).
2. Agama Islam itu bersesuaian dengan fitrah dan akal manusia. Segala hukum yang telah diturunkan oleh Allah tidak bertentangan dengan akal sehat manusia, bahkan akal tersebut jika betul-betul digunakan ia akan menemukan keagungan dan keesaan Allah. Adapun yang nampak bertentangan ialah kerana akal manusia(kerana keterbatasannya) tidak dapat memahami dan mentafsirkan apa yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh Allah. Segala apa yang disyari’atkan itu pada hakikatnya sesuai dan menepati fitrah manusia, kerana Allah sajalah yang amat mengetahui hakikat dan kejadian manusia(al-Rum:30,al-Baqarah:164).
3. Agama Islam itu mudah dan Jelas. Allah tidak mensyari’atkan sesuatu yang diluar kemampuan manusia, disamping itu juga Allah telah memberikan keringanan (rukhsah) pada keadaan-keadaan tertentu. Di dalamIslam tidak ada sesuatu ayng sulit difahami kerana kerumitannya. Asas tauhid Islam jelas kerana segalanya telah diterangkan oleh al-Qur’an, tidak ditokok-tambahkan oleh golongan tertentu, sebagaimana yang terjadi pada sebahagian agama. Seseorang itu mempunyai akses langsung kepada Allah tanpa perlu adanya perantara, semua orang sama taraf disisi Allah. Dalam Islam tidak ada pendeta-pendeta yang mengatasnamakan tuhan dan mempunyai hak istimewa ditaati dan memberikan ampunan.
4. Syumuliyyah. Ini bermakna bahwa islam memberikan teori yang lengkap dan mendalam tentang alam semesta bagaimana ia diciptakan, ciri-cirinya dan bagaimana ia berjalan mengikuti ketetapan Allah. Begitu juga tentang penciptaan manusia dan kehidupan.
5. Agama Islam juga bercirikan al-wasatiyyah atau tawazun (moderate). Posisi Islam tidak terlalu menumpukan pada ruhaniyyah sehingga melupakan material, Islam merangkumi dunia dan akhirat tidak menumpukan pada akhirat sehingga melupakan dunia dan Islam juga tidak menghinakan dunia, akan tetapi menempatkannya pada tempat yang betul. Islam juga memberikan gambaran yang tidak ekstrim dalam sesuatu hal tetapi tegas dalam hal yang berkaitan dengan prinsip, individu dan masyarakat sama pentingnya tidak boleh mengorbankan maslahah orang ramai demi kepentingan individu tetapi tidak pula maslahah orang ramai dijadikan legalisasi untuk mengorbankan kepentingan individu.
6. Al-ijabiyyah, Islam adalah agama yang positif. Islam memberikan kesan yang positif dalam kehidupan manusia, hubungannya dengan sesama manusia dan hubungannya dengan Allah akan semakin erat. Ini dapat dibuktikan dengan kehidupan seorang muslim yang lebih tenang dan bahagia dibanding dengan orang tidak beragama atau yang beragama lain. Seorang muslim tahu akan kebahagiaan sebenar yang jauh dari materialistic, ia selalu merasa adanya perlindungan dan rahmat Allah.
7. Agama Islam juga adalah agama yang realistic (al-waqi’iyah), tidak idealis. Setiap hukum dalam Islam mengambil kira keadaan manusia dan memberikan keringanan bila berhalangan. Oleh kerana itu tidak boleh dikatakan tidak sesuai dengan perkembangan zaman, kerana fiqih Islam sebenarnya dapat menjawab segala masalah/perkembangan baru dalam kehidupan manusia, selama pintu ijtihad terbuka kepada mujtahid.
C. Tujuan Agama Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih sensibilitas individu sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan keputusan begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.
Dengan pendidikan Islam itu mereka akan terlatih dan secara mental sangat berdisiplin sehingga mereka ingin memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual atau hanya manfaat kebendaan yang bersifat duniawi, tetapi juga untuk tumbuh sebagi makhluk yang rasional, berbudi dan menghasilkan kesejahteraan spiritual, moral dan fisik keluarga mereka, masyarakat dan umat manusia.
Pendidikan Islam yang memiliki tujuan besar dan universal ini, bukan berlangsung temporal, tapi dilakukan secara berkesinambungan. Artinya tahapan-tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak berhenti pada batas-batas tertentu, terhitung sampai dunia ini berakhir.
Pendidikan yang memiliki makna demikian ini adalah menjadi tujuan terpenting dalam kehidupan, baik secara individu maupun keseluruhan. Kita telah memahami, sasaran pendidikan dan pembinaan ini adalah kemaslahatan umat. Dengan demikian asas yang paling hakiki dari sebuah pendidikan adalah mencapai keridhaan Allah SWT, seperti termaktub dalam firman Allah : “ Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu ia berkata kepada manusia, `hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah.` Akan tetapi (dia berkata), `Hendaklah kamu menjadi orang-orang Robbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.(3: 79).
D. Ruang Lingkup Agama Islam
Islam berasal dari kata Aslama yang merupakan turunan (deviasi) dari kata assalmu, assalamu, assalamatu yang artinya bersih dan selamat dari kecacatan lahir batin. Dari asal kata ini dapat disimpulkan bahwa Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkungannnya.
Pengertian Islam secara terminologis diungkapkan Ahmad Abdullah Almasdoosi (1962) bahwa Islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Alquran yang suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya yang terakhir, Nabi Muhammad SAW.
Dari kajian tentang agama tadi kita dapat menyimpulkan bahawa Islam bukanlah sekadar agama yang membangun spiritual sesuatu masyrakat, Islam tidak cukup dengan menjalankan solat lima waktu, puasa, zakat dan Haji. Pandangan yang sempit terhadap Islam adalah hasil sekularisasi, dengan tidak disedari telah merasuk kedalam pemikiran ummat Islam.
Lebih daripada itu Islam adalah cara hidup (way of life). Agama Islam memberi jawapan kepada pertanyaan abadi kehidupan (eternal question of life ) pertanyaan tersebut adalah darimanakah asal-usul manusia? Kemanakah mereka akan pergi dan apakah arti kehidupan ini?. Dari mula lagi Islam telah memberikan jawapan kepada persoalan tersebut dengan jelas. Bahkan menyediakan jalan bagaimana manusia harus hidup agar mereka tidak sia-sia dan sesat dengan menerangkan bahwa satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan menuju kearah al-sirat al-mustaqim (jalan yang lurus)
Selain mambangun insan yang bermoral Islam juga membangun tamadun yang luhur, Islam tidak sepatutnya dipisahkan dari politik dan kemasyarakatan. Manusia sebagai khalifah berfungsi untuk memastikan hukum Syari’at Allah berlaku di bumi ini. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa nabi sendiri membangun sebuah negara dan mengatur sistem kemasyarakatan (sosial order). Bahkan sebenarnya Islam tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya tanpa tegaknya negara Islam yang bertanggungjawab melaksanakan Syari’at Allah.
Konsep Ibadah dalam Islam jauh lebih luas daripada apa yang dinamakan sembahyang dalam sesuatu agama. Worship atau sembahyang tidak dapat disamakan dengan ibadah. Ibadah sepertimana yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah adalah istilah yang merangkumi segal perbuatan yang disenangi dan diredhai Allah S.W.T. Oleh kerananya ibadah itu dapat terlaksana dengan mematuhi segala apa yang diperintahkan Allah. Dengan kata lain Ibadah merupakan gambaran yang menyeluruh daripada agama (ad-din).
Read More …

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

.

Followers