Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
- Karena agama merupakan sumber moral
- Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
- Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
- Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.
Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak
berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam
Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu
apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati,
tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh
berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar
dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua
bagian, yaitu
- Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.
- Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan
Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu
membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari
kejahatan atau kemungkaran.
Fungsi Agama Kepada Manusia
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah
disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi
untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi
agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:
- Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia
sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan),
dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini
sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit
penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada
umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus
menaati Allah SWT
-Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan
yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan
kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan untuk menjawabnya adalah
perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.
- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini
adalah kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja
kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai
yang sama.
– Memainkan fungsi kawanan sosial.
Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam
ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib
dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi
kawanan sosial
Fungsi Sosial Agama
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu
pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan
(integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh
yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal
yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi
masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat
berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik
diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini
dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama
menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama.
Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan,
mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang
sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang
mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu
masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama
dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali
mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Tujuan Agama
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti
dengan adab yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan
masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun
umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara
ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman
tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu
dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama
Beberapa tujuan agama yaitu :
- Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
- Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
- Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
- Menyempurnakan akhlak manusia.
Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich
Fromm, dan Peter L Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek
yang paling besar pengaruhnya –bahkan sampai pada aspek yang terdalam
(seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan kemanusiaan.
Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai
kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat
dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini.
Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat
potensial untuk merebut kekuasaan.
Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan
Kristen yang ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin
mendakwahkan atau menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya
keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya
sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara
sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi
agama menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan
dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi keyakinan.
Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para
politisi jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya
yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat
relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur
politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi
agama.
Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir
untuk membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat
legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah
dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan
dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir,
sesat, dan tuduhan jahat lainnya.
Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang
seyogianya diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di
organisasi-organisasi Islam semacam MUI. Ulama harus mempu mengembalikan
fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus dimiliki, melainkan
nilai yang melekat dalam hati.
Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki,
bukan kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas
dari ruang batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab,
mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa segala tingkah laku
manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak, rusak pula
kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan
kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa
diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah
Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim,
dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop
manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam
menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi.
Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan,
Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam
dialog antara agama. Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh
satu dua penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam
konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja
tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak mungkin
semua agama itu sama!
Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya
dalam konteks interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan
manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai
hablun minannaas.
Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia
agar saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku
di antara manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan
kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan
manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.
Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu
sebagai medan kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan
perbalahan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara
satu sama lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi
bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara
agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama
bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama.
Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.
Categories:
Pendidikan Agama